welcome

We kindly serve you, find your identity in Indonesia

Senin, 04 Maret 2013

pesona 3 Pulau Nusa yang memiliki magnet nusa Lembongan, Nusa penida dan Ceningan

Berada terpisah di laut selatan Pulau Dewata, bukan berarti kehilangan pesona. Meski berukuran kecil,
Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida memiliki magnet turistik yang tak kalah menarik. Ombak yang memikat para peselancar, bawah laut yang mengundang penyelam, karang terjal yang menggoda para petualang. Siapkah Anda berlayar kesana dan melupakan Bali yang hiruk pikuk? Alunan melodi berbahasa Portugis menyambut tibanya saya di Pantai Sanur, tepatnya di ujung selatan Jalan Hang Tua. Saya langsung terkenang film Eat, Pray, Love yang dimainkan Julia Roberts karena musik yang saya dengar sekarang dipakai sebagai soundrack film tersebut. Saya merasa berada di tempat yang pas dan di  waktu yang tepat. Kebetulan film itu bersetting di Bali, dan kebetulan pula saya dalam kondisi siap untuk mengarungi lautan, persis seperti lirik lagunya!

Ponsel saya berdering. Pesan singkat dari Mathil, rekan sekantor asal Perancis. Mathil mengabarkan bahwa ia dan tiga kawan telah tiba di Pantai Sanur dan mereka telah pula membeli tiket kapal motor, termasuk untukku. Langsung saja saya meneguk habis sisa kopi dalam cangkir yang terhidang di meja lantas bergegas memanggul ransel menemui mereka. Langit biru cerah, udara hangat bercampur sejuk angin pantai. Saatnya mengakrabi ombak dan air asin…..
Bali sebagaimana telah dikenal orang, betul-betul surga pelesir.  Begitu banyak pilihan bersenang-senang ditawarkan oleh propinsi berjuluk Island of Gods ini. Setiap kali menginjakkan kaki kesini, ada saja hal baru untuk dieksplor. Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida adalah bagian dari Bali dan mereka termasuk jarang dijamah. Wisata bahari di ketiga pulau ini memperkokoh Bali sebagai destinasi serba ada.
Rencana menyambangi tiga nusa kecil di selatan Bali itu sebetulnya sudah lama saya pendam. Hanya saja selalu ada halangan untuk merealisasikannya. Beruntung saya dipertemukan dengan rekan-rekan kantor yang punya hobby sama. Kami pun merencanakan perjalanan ke Nusa Lembongan, Ceningan, dan Penida di akhir pekan ini.
Sanur, tepatnya di Jalan Hang Tua menjadi titik keberangkatan yang popular menujuh ke tiga nusa. Ada dua pilihan transportasi laut, dengan kapal motor biasa atau dengan speed boat. Untuk domestik harga berkisar 60-100 ribu per orang sekali jalan, tergantung seberapa mahir kita menawar.  Kami memakai kapal motor biasa yang bisa ditumpangi hampir 20 orang. Durasi berlayar sekitar 2 jam, disebabkan kondisi laut selatan yang lumrah lebih bergelombang dan kuat arusnya. Kami memilih tidur-tiduran di atas atap kapal, bergurau sambil melempar pandang ke lautan luas..
SURGA DI UJUNG KUKU
Kapal merapat di pos penyeberangan Jungut Batu. Satu per satu penumpang melompat keluar. Seturut rencana, kami akan menyewah sepeda motor. Dengan moda roda dua ini kami akan mengelilingi pulau. Di pos kami langsung berkenalan dengan Dodi (kontak 081337419282) pria lokal yang empunya penyewaan sepeda motor. Awalnya Dodi mematok harga Rp.70.000 untuk satu sepeda motor per hari, tapi akhirnya luluh juga hatinya setelah kami tawar Rp.50.000 per hari. Jadilah tiga sepeda motor kami sewa.
Misi selanjutnya adalah mencari penginapan. Agaknya dengan sepeda motor urusan ini jadi lebih mudah. Saya sejujurnya kaget dengan situasi di Nusa Lembongan. Kira-kira enam tahun silam saya pernah kesini. Waktu itu pantai di sekitar pos penyeberangan masih semata pasir, belom ditemboki. Rumah-rumah penduduk juga masih sangat sederhana. Dan satu hal yang terasa hilang adalah hamparan rumput laut yang dulu memenuhi pantai. Ya, Nusa Lembongan dulu lebih masyur sebagai pulau penghasil rumput laut. Ah, kondisi kini cepat sekali berubah.
Penginapan di Nusa Lembongan pun tak kalah banyak bermunculan. Dari yang level losmen hingga resort berbintang. Terutama di Jungut Batu. Letaknya berdekatan satu sama lain, membuat kami sedikit kewalahan memilih. Toh, akhirnya kami sepakat untuk bermalan di penginapan yang menghadap pantai, dan terpilihlah Puri Nusa Bungallow. Kami menempati kamar dua lantai dengan lima tempat tidur, harganya Rp.250.000 semalam, sehingga masing-masing hanya mengeluarkan Rp.50.000 dari dompet. Hmmm..lumayan ekonomis.
Tuntas masalah penginapan, kami langsung bergegas menujuh Manggrove Point. Berlokasi di timur laut pulau, Mangrove Point disebut sebagai tempat dengan terumbu karang yang cukup subur dan sangat baik untuk bersnorkeling. Jaraknya hanya dua kilometer dari hotel. Baru sekitar 500 meter keluar dari hotel, saya mendapatkan kembali wajah asli Nusa Lembongan yang ‘hilang,’ Rumah-rumah berdinding gedek, tanah kering, jalanan yang berdebuh serta berbatu. Bukannya mengeluh, kami malah bersorak-sorai melewati rute itu.
Paradise Warung adalah restoran yang berada paling ujung di Mangrove Point sekaligus titik paling tepat untuk bersnorkeling. Kami disambut sang pemilik restoran, Ibu Made (081338380419). Berhubung laut sedang pasang surut, kami memutuskan untuk bersantap siang terlebih dahulu. Selain menu-menu biasa, Indonesia-Western, Ibu Made punya satu sajian spesial yang ia namakan Chicken Lembongan, yakni daging ayam bumbu santan dibungkus daun pisang. Menyantapnya paling pas saat masih hangat, ditetesi perasan jeruk, mmm…nikmat nian!
Ibu Made meminjamkan peralatan snorkeling gratis (fins, masks, snorkels) sebagai kompensasi bagi siapapun yang bersantap di restorannya. Dengan peralatan itu, kami bersukacita menceburkan diri ke laut.
Ternyata terumbu karang di Mangrove Point bersebaran tepat di bibir pantai. Begitu membenamkan kepala ke dalam laut, saya serasa menemukan surga di ujung kuku. Kepadatan koralnya baik ditambah populasi ikan yang cukup melimpah. Nyaris empat jam kami bersnorkeling. Agak ke tengah, kami menemukan bebatuan besar yang menjadi rumah ratusan ikan, juga celah-celah sempit yang misterius. Sayang sekali, saya tidak memiliki underwater camera, keidahan bahwa laut itupun hanya terekam dalam ingatan.
Begitu merasa tenaga sudah agak terkuras, kami sepakat kembali ke darat. Saat ngos-ngosan berenang, tiba-tiba meluncurlah seorang nelayan di atas sampannya menghadang kami, lalu dengan senyul simpul bertanya, “do you want transport?” Duh, bapak ini!!
ADUH NYALI DI NUSA CENINGAN
Setelah beristirahat sejenak di restoran Warung Pelangi, kami menderukan lagi sepeda motor. Niat kami adalah menujuh Nusa Ceningan. Dalam bahasa Bali, Nusa Ceningan berarti pulau kecil, mengikuti ukuran pulau yang memang tak seberapa besar.
Hanya tiga puluh menit ke arah selatan, kami melewati jembatan sempit yang hanya bisa dilalui satu sepeda motor. Jembatan ini berwarna kuning, dan tampak indah oleh bentuknya yang jangkung. Permukaan jembatan hanya dilapisi bilah-bilah kayu, serasa amat menyatu dengan alam, membela selat Toyoh Pake yang memisahkan Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan
Kami lantas memilih berbelok ke barat, ke sebuah lokasi yang dinamakan ‘Jumping Point.’ Dari namanya sudah jelas menggambarkan seperti apa tempatnya nanti. Tepian ketiga pulau ini memang didominasi oleh tebing curam, mirip kawasan Uluwatu. Kami sampai di Swallow Houses dimana terdapat rumah-rumah yang dibangun di bibir tebing. Kemudian melangkah ke Jumping Point tersebut. Disini kerapkali orang-orang -baik lokal maupun wisatawan asing- datang  untuk menguji nyali, melompat dari atas tebing ke bawah laut biru yang ombaknya dari jauh sudah bikin ngeri. Satu-satunya cara untuk kembali ke atas adalah memanjat tebing.
Puas di Jumping Point, kami bergegas kembali ke Nusa Lembongan untuk sebuah pengalaman lain yang tak kalah seruhnya!
SENSASI SENJA DEVIL’S TEAR
Hampir semua bagian barat dari Nusa Ceningan maupun Nusa Lembongan menjanjikan pemandangan matahari tenggelam yang luar biasa. Namun ada satu lokasi yang paling saya rekomendasikan yakni di Devil’s Tear.
Menggapainya dari Nusa Ceningan, kembali kami menyeberangi jembatan kuning lantas berbelok ke kiri. Yang perluh diperhatikan adalah menghitung timing dengan seksama, agar datang ke lokasi sunset di waktu yang tepat. Terlebih jika sudah mendekati jam 5 sore, Anda sebaiknya sudah harus di Devil’s Tear.
Untuk menemukan lokasi ini tidaklah sulit walau ia tersembunyi. Cukup ingat nama Dream Beach. Nah, nanti Anda akan menjumpai sebuah hotel bernama Dream Beach Kubu. Ikuti jalan setapak di sebelah kiri hotel maka Anda akan mencapainya. Meski tidaklah luas, tapi Dream Beach lumayan bagus oleh pasir putihnya. Jika datang lebih awal, Anda bisa menjadi berleha-leha sejenak disana sebelum ke Devil’s Tear yang langsung bersisian letaknya.
Entah siapa yang memberi nama, namun Devil’s Tear memang tempat yang sungguh menakjubkan. Barangkali nama itu muncul dari fenomena alam, dimana kebuasan ombak yang menghantam dinding karang berpadu dengan senja hari yang memerah. Lubang besar yang menganga di bawah karang mencipratkan air dengan dasyatnya saat terhantam gelombang laut. Bunyi dentuman dan desis air serta udara bagaikan seringai makluk yang mengamuk.
Kami menghabiskan waktu lumayan lama di Devil’s Tear hingga bintang bermunculan di langit. Tempat yang begitu sepi tersebut menyiratkan aura misteri. Suatu saat nanti, saya ingin datang lagi kemari.
KETENTRAMAN SUASANA PAGI
Keesokannya, saya bangun subuh dan menderuhkan sepeda motor ke Mushroom Bay. Di tempat yang berbukit ini terdapat sejumlah resort serta villa berbintang. Tetapi niat saya bukan untuk melihat-lihat akomodasi disana melainkan ingin menikmati semburat mentari pagi, sunrise. Nasib baik tak berpihak, harapan saya untuk melihat matahari muncul di dekat Gunung Agung tak kesampaian karena ternyata titik terbit bergeser ke kanan. Pemandangan sebagian Pulau Lembongan dari ketinggian terselimuti kabut pagi agak mengobati kekecewaan saya.
Saya juga sebenarnya berniat mendatangi Goa Gala pagi itu, sialnya saya kebingungan mencari lokasi dimana goa berada. Goa Gala adalah gua buatan yang terdapat di bawah tanah dalam batu kapur. Konon, Goa Gala menjadi  tempat tinggal seorang pertapa. Sang pertapa menggali gua ini dan membentuknya seolah sebuah rumah selama belasan tahun, hanya dengan peralatan seadanya. Katanya pula disitu terdapat ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, sumur dan dapur. Saya juga penasaran ingin melihat relief yang terukir pada dinding gua dimaksud.
Ada yang menarik saya temukan. Penduduk pulau kecil ini rupanya gemar ber-jogging pagi-pagi. Pria maupun maupun wanita di semua usia berlari pelan naik turun turun bukit. Wah, warga yang sadar olahraga nih..
Kembali ke hotel, saya tidak langsung ke kamar tapi menyusuri pantai. Penduduk setempat yang kebanyakan nelayan telah beraktifitas. Ada yang membersihkan jala dan kapal, ada yang bertrasaksi jual beli ikan segar, ada yang mengangkut rumput laut. Sekelompok bocah saya lihat sibuk mencari cacing laut. Mereka memakai cara yang unik, cacing dipancing keluar hanya dengan menyiramkan air tawar ke atas pasir.
Wisatawan asing pun tak ketinggalan. Pagi-pagi sudah membawa papan luncurnya ke laut. Ya, ombak di sekitar Nusa Lembongan maupun Nusa Ceningan sudah terkenal bagi penyuka surfing dan katanya pagi hari merupakan saat paling tepat bermain dengan gulungan ombak. Karena keadaan belum begitu ramai, suasana tentram terasa sekali. Cahaya matahari hangat menyentuh kulit tapi belum  menyengat, pemandangan Gunung Agung di seberang pun menambah kecantikan pagi.
BERBURUH PARI MANTA
Kegiatan kami selanjutnya adalah berburuh Pari Manta. Demi bersua mereka, hari ini kami akan berlayar ke Nusa Penida. Doni, penyewa sepeda motor, telah menyanggupi untuk mencarikan kapal. Ia mengantar kami ke jalur menujuh Mangrove Point, disana kami ditunggui oleh Pak Kadek, orang yang nantinya membawa kami dengan boat ke Nusa Penida.
Awalnya boat kami melesat dengan mulus. Begitu masuk ke dalam selat antara Nusa Penida dengan Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, permukaan laut bak daun kelapa yang tertiup angin, bergelombang naik turun dengan cepat. Boat pun ikut terombang ambing. Anggieta, temanku, berkomentar bahwa kami seolah berada di atas roller coaster.
Boat mendekati Manta Point dan gelombang laut kian keras. Samar-samar mata saya menangkap titik-titik hitam di lautan. Wah, itukah ikannya? Namun nyali kami kendur berada di tengah gelombang yang keras itu. Tak ada yang mau melompat ke laut dalam keadaan demikian. Pak Kadek sendiripun mengaku tak berani berlama-lama. Apa mau dikata, terpaksa kami memutar haluan. Perburuan Manta itu memang tak sepenuhnya gagal. Hanya kondisi alam susah ditebak.
Melihat dengan jelas rupa Pari Manta di perairan Nusa Penida sebetulnya sudah pernah saya alami. Bedanya dulu saya melihat dari atas tebing. Seingatku jumlahnya terbilang banyak. Ikan bernama ilmiah Manta birostris tersebut menghuni di sebagian besar perairan tropis, lautan Indonesia termasuk salah satu area dengan jumlah Pari Manta terbanyak. Pari Manta merupakan jenis pari terbesar. Hewan pemakan plankton ini bersifat sama seperti Lumba-lumba, ramah terhadap manusia.
Mengobati kecewa, Pak Kadek membawa kami ke Crystal Bay. Tak sia-sia, Crystal Bay yang termasuk salah satu titik penyelaman Nusa Penida menyajikan keindahan yang asri dan asli. Sebuah pulau karang berlubang menghiasi teluk berpasir putih itu. Di musim-musim tertentu ikan Mola-Mola bertandang kesini. Ikan Mola-Mola tergolong ikan langkah dan bertubuh raksasa. Keunikan ikan ini terletak pada ujung tubuhnya yang nyaris seperti tanpa ekor.
Terdapat sebuah pura di pulau karang depan Crystal Bay, dengan anak tangga yang terputus. Kami tak hanya bersnorkeling tapi juga berenang ke daratan Nusa Penida. Saya menyukai lebatnya pohon-pohon kelapa disana. Ada sumur yang airnya tawar meski hanya 50 meter dari jaraknya dari laut. Kami berkenalan dengan seorang pria tua pemilik tanah, beliau berpesan bahwa kami boleh datang dan berkemah di pekarangannya tanpa harus bayar. Sebentuk keramahan yang menyenangkan hati.
Puas di Crystal Bay, kami berlayar lagi ke Gamat Bay. Tempat ini pun punya kehidupan bawah laut yang memanjakan mata. Saya sampai-sampai hanya berkutat di satu kumpulan koral lantaran struktur koralnya amat bagus ditunjang ikan beraneka warna.
Tengah hari, kami kembali ke Nusa Lembongan. Makan siang di restoran pinggir pantai. Saking lelahnya, habis makan semua kami terbaring nyenyak di atas pasir. Angin yang bertiup lembut membantu kami semakin lama dalam mimpi. Hingga akhirnya waktu menunjukkan angkah 15.30 sore, kami bergegas ke hotel, berkemas, lalu menujuh Pos Batu Jungut untuk menumpang boat pulang. Kali ini kami memilih speed boat. Sungguh akhir pekan yang menyenangkan di Tiga Nusa.
SEKILAS NUSA PENIDA, LEMBONGAN & CENINGAN
Walau paling sering di akses dari Sanur ataupun Benoa, namun secara administraf ketiga pulau ini masuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung. Nusa Lembongan memiliki fasilitas pariwisata terlengkap dibanding Nusa Penida atau Ceningan. Tak tersedia sarana angkutan umum seperti bus, transportasi lebih memanfaatkan kendaraan roda dua.
Di Nusa Penida terdapat Bali Bird Santuary atau pusat pelestarian burung, terkhusus burung endemik, Jalak Bali (Leucopsar rothschild). Usaha pelestarian ini tercatat lumayan berhasil. Jika Anda tertarik untuk mengenalnya lebih jauh, tak ada salahnya menyempatkan untuk mengunjungi tempat yang sangat alamiah itu. Selain itu Nusa Penida juga terkenal dengan penerapan Bio Energi, yakni pemanfaatan kotoran hewan sebagai penghasil energy listrik.
http://www.travelxpose.com/index.php?option=com_content&view=article&id=333%3Atiga-nusa-yang-mendebarkan&catid=45%3Aexplore-domestik&Itemid=84&lang=en

0 komentar:

Posting Komentar