Memasak di dapur biasanya para ibu rumah tangga menggunakan gula coklat muda sebagai sarana penyedap masakan. Siapa pun tentu mengenal gula berwarna coklat muda ini. Tampilannya sedikit keras tercetak berbentuk mangkok tertelungkup dan mudah mencair bila terkenan hawa panas. Ya…gula coklat manis ini sehat dengan kundalini reiki menyebutnya sebagai gula Jawa, tentu ada dalam dapur Anda semua. Namun adakah di antara ….sahabat sehat dengan kundalini reiki yang pernah melihat proses pembuatan gula jawa ini. Bila belum…sahabat Heru dari Televisi Jawa Timur mengajak Anda berkunjung ke sebuah desa penghasil gula jawa ini, tepatnya di Desa Nglaran Kecamatan Tulakan Pacitan Jawa Timur.
Masyarakat Desa Tulakan di samping bertani juga mempunyai profesi sebagai penderas. Penderas yaitu mengambil air nira kelapa di puncak pohon kelapa dan memasukkan tetesan air nira ke dalam bumbung bambu. Karena keunikannya dalam membuat gula kelapa terutama bentuk dan cara membuatnya, gula jawa produksi desa ini sudah dikenal hampir di seantero Kabupaten Pacitan, Madiun, Tulungagung dan Ponorogo di samping Wonogiri, Sukoharjo dan Solo.
Selain sebagai daerah penghasil kelapa terbesar di Jawa Timur, Pacitan juga banyak memasok gula jawa ( gula merah ) ke berbagai daerah. Wajar saja daerah ini banyak terdapat usaha sampingan warga setempat selepas memburuh tani yaitu membuat gula jawa. Usaha ini sudah berlangsung turun temurun dan ternyata mampu menopang kehidupan ekonomi rumah tangga warganya, di saat hasil pokok seperti bertani, berkebun, buruh bangunan sedang surut. Karena itu pekerjaan ini sudah menjadi pekerjaan pokok warganya mengingat setiap warga desa rata-rata mempunyai kebun kelapa luas di samping rumahnya.
Seperti halnya warga desa Nglaran yang hampir separo warganya berprofesi sebagai pembuat gula jawa atau gula merah, sangat cekatan membuat proses gula kelapa sejak mengumpulkan air nira kelapa hingga mengolahnya di dapur. Memang cara membuat gula jawa ini kelihatan mudah dan sederhana, tetapi perlu keahlian khusus. Mula-mula pukul empat sore pohon kelapa dipanjat. Penderes harus membawa bumbung bambu lalu memanjat dan meletakkan bumbung ini di bawah tangkai manggar yang dipotong ujungnya.
Ujung manggar yang dipotong lalu dimasukkan ke lobang bumbung yang digantungkan dengan seutas tali kawat pada tangkai daun kepala di puncak pohon. Selama bumbung ini menggantung di malam hari, maka tetes demi tetes air nira akan mengalir memenuhi bumbung ini. Pagi harinya bumbung ini diambil di bawa turun dan selanjutnya di masukkan wajan tempat mengolah air kelapa atau nira. Kumpulan air nira kelapa masing-masing bumbung lalu disaring agar didapatkan air nira bersih. Barulah air nira bersih ini direbus dalam wajan di atas tungku api sampai cairan nira mendidih.
Setelah cairan nira mendidih dan berubah menjadi adonan coklat lalu dimasukkan ke dalam cetakan bathok terbuat dari tempurung kelapa dibelah dua. Adonan dalam mangkuk tempurung kelapa dibiarkan selama semalam hingga membeku dan mengeras. Barulah adonan ini dilepaskan dari cetakan dan siap dijual ke pasar desa. Tentu saja pohon kelapa yang dideres ini pasti tidak dapat lagi berbuah mengingat calon buah ( bluluk ) telah diambil air niranya.
Setiap kilo gula jawa laku dijual tujuh ribu hingga tujuh ribu lima ratus rupiah. Rata-rata seorang pembuat gula jawa mampu memanjat pohon kelapa hingga sepuluh pohon per hari. Memang berat pekerjaan memanjat pohon kelapa tinggi dengan risiko jatuh tapi mau apalagi bila ini satu-satunya pekerjaan yang dapat menghidupi keluarga warga desa Nglaran Pacitan ini. Nah….bila sahabat kita semua sedang mencicipi masakan boleh jadi bumbu penyedap tadi menggunakan gula jawa. Kalau gula Sunda, Sumatera atau Kalimantan adakah nama lain yang tepat untuk menamainya?
0 komentar:
Posting Komentar